Minggu, 10 April 2011

"TANDA TANYA" DARI BANSER NU



Film ? atau Tanda Tanya memang terinspirasi oleh kisah nyata yang menimpa Riyanto, anggota Banser di Mojokerto. Tetapi karya sutradara Hanung Bramantyo ini sesungguhnya bukan film tentang Banser-Ansor, tetapi lebih pada potret keberagaman.

Film tanda tanya mengisahkan tentang konflik keluarga dan pertemanan di sebuah areal dekat Pasar Baru, di mana terdapat masjid, kelenteng, dan gereja.

Fokus cerita dipusatkan pada tiga keluarga dengan latar belakang berbeda, Tat Kat Sun yang mempunyai restoran, Rika yang janda dan berpindah agama, serta Soleh sebagai pemuda pengangguran yang ingin berarti bagi istri dan anaknya, hingga akhirnya menjadi anggota Banser.

Ironisnya, sejumlah ujaran justru tidak tepat, bahkan sangat mungkin menimbulkan salah tafsir soal Banser.

Misalnya, Banser dianggap sebagai pekerjaan, padahal merupakan sebuah pengabdian tulus anak muda NU kepada masyarakat.

“Alhamamdulillah… saya sudah dapat kerja.” Sang istri tanya, “Kerja apa?”, ?“Jadi Banser….”

Selain itu, digambarkan memiliperilaku tokoh Soleh yang emosional, provokator dan ngamukan, serta berkelahi. Padahal, menjadi anggota Banser sesungguhnya melalui sejumlah tahapan ditlatsar, seorang banser juga harus disiplin pada sejumlah ketentuan organisasi, termasuk tidak boleh melakukan kekerasan.

Hanung juga telah memelintir kejadian nyata yang dialami Riyanto dalam proses penyelamatan gereja dari bom. Riyanto tewas bersama ledakan bom karena tak memiliki cukup banyak waktu ketika dirinya membawa lari keluar bom itu menjauh dari dalam gereja Eben Heizer di Mojokerto pada malam Natal 2000.

Sedangkan Soleh justru terkesan mati konyol. Soleh digambarkan tewas terkena ledakan bos setelah salah menarik kabel pemicu bom, setelah benda peledak itu didekap dan dibawa lari keluar dari dalam gereja.

Tak Heran, meski, gagasan keberagaman secara umum mendapat apresiasi, gambaran khusus tentang Banser mengundang kritik dan pernyataan kecewa meluncur dari jajaran pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, yang diundang nonton bareng sebelum film tersebut dirilis ke publik.

Bila asumsi bahwa suatu film dinilai berhasil manakala karya tersebut berhasil menarik emosi pemirsanya, maka ujaran-ujaran, karakter, dan sikap menjadi salah satu teknik kunci yang dipakai oleh sang sutradara.

Tidak ada komentar:

Pengikut